Ceritera Traveling

Selasa, 27 Desember 2011

Menguak Eksotisme Belitung


“Wow, banyak sekali telaga indah seperti kolam renang kecil dengan air biru di bawah,” gumamku dari atas pesawat yang beberapa saat lagi landing di Bandara Hananjoedin Belitung. Kemudian aku tahu, itu adalah bekas kerukan tambang timah yang belum atau tidak direklamasi. *Fiuh,,,Nyesel udah melongo kagum*
Belitung, sesuatu menunjukku ke sana. Tak kusangka di pulau mungil ini ada bandara dengan 5 penerbangan sehari ke Jakarta dengan waktu tempuh 50 menit. Dari bandara menuju pusat kota sekitar 20 menit. Jangan kaget,Taxi di bandara adalah mobil pribadi semacam avanza atau kijang dengan plat hitam. Untuk sampai ke kota Tanjung Pandan merogoh kocek Rp25.000-Rp30.000. *Kemampuan menawar sangat penting!*
Tugu di jantung kota Tanjung Pandan
Di pusat kota ada bundaran dengan Tugu di tengahnya. Di puncak Tugu ada batu hitam gede bertengger. Batu hitam itu adalah batu Satam, ikon batu di Belitung yang dijadikan perhiasan.
Mercusuar Pulau Lengkuas, Ikon lain Belitung yang menakjubkan
Belitung adalah syurganya pantai di Indonesia Bagian barat! Jadi jangan harap melihat mal di sana. *sarkasme banget gak sih kalimat ini*. Pertama, tujuan kami adalah ke Pulau Lengkuas. Pulau kecil yang terpisah dengan pulau Belitung. Butuh sekitar 40 menit menuju ke Tanjung Kelayang dari Tanjung Pandan sebelum menyeberang ke Pulau Lengkuas. Karena di Lengkuas tak ada penjual makanan, maka kami mencari makanan di pinggir jalan.
Salah satu pantai tujuan traveling kali ini.

Sabtu pagi, sangat sulit menemukan warung makan yang sudah buka. Akhirnya ketemu di Desa Tanjung Binga, warung makan kecil yang bahkan penjualnya masih motongin sayuran ketika kami datang. Terpaksa kami menunggu ibu itu menyelesaikan masakannya. Obrolan yang ramah dengan bahasa melayu meluncur dari bibir-bibir kami.
“Nanti kalau ada teman-teman yang kerja bangunan mau makan, suruh makan di sini saja ya Dek.”
*Jleb* bagai keserempet motor matic kreditan rasanya. Si ibu menganggapku kuli bangunan! Aku pergi dan tak menoleh lagi walau si ibu melambai-lambaikan tangannya. *gak segitunya juga sih. Hihi*

Kamis, 15 Desember 2011

Bangkok Antiklimaks ( Ending )

Tampak depan Dusit Zoo,

Hari ini terakhir aku di Bangkok. Nanti malam pesawat akan membawaku kembali ke tanah air. Sudah kangen sama Emak. Halah! *Eh Serius ding, walau Cuma 5 hari di Bangkok, sejujurnya sudah 6 bulan aku gak mudik* #curcol.
Ada waktu 12 jam sebelum aku pulang. Sempat terbersit angan untuk mengunjungi Floating Market di Thaling Chang. Ternyata itu adalah pasar pagi yang tutup jam 10an. Punah sudah asa untuk kesana. *ini kenapa makin kesini, gaya tulisanku makin menjijikkan yak*. Wajar sih, namanya juga kangen Emak. #Masih aja!
Ada paket wisata yang menawari, rute Floating market dan Flower Market Pak Klong Talad dibandrol THB 500 (Rp150.000) untuk setengah hari. Travel ini meliputi jemputan ke penginapan, perjalanan sungai, makan siang, dan ke penginapan kembali. Yang paket full day THB 800 (Rp240.000) dengan tambahan ke Bang Lamphu Market.
Kota Bangkok tampak dari Stasiun Sky Train. kombinasi Metropolis dan kota budaya
Setelah memutar otak kami yang tak seberapa, kami putuskan mengunjungi teman-teman di Dusit Zoo. Lokasinya tidak dilalui Sky Train, jadi kami naik sky Train sampai stasiun Siam lanjut naik Taxi. Sky Train THB 25 (Rp7.500) dan taxi THB 80 (Rp24.000). Total berempat THB 180 (Rp44.000).
Dusit Zoo adalah kebun binatang yang di webnya tertulis sangat luas, 188.800 meter persegi. Bandingkan dengan Ragunan yang Cuma 140 hektare alias 1.400.000 meter persegi. Lebay memang promosi Dusit zoo. Kaga ada seujung kuku Ragunan udah sombong aja. HTM di Dusit Zoo THB 100 (Rp30.000) untuk foreigner, untuk penduduk lokal THB 60 (Rp18.000). Bandingkan dengan ragunan yang Cuma Rp4.000 doang tambah dana PMI gopek.

Selasa, 13 Desember 2011

Pattaya, The City of “Angels”


Hari rabu, saatnya menikmati “hot”-nya Pattaya. Sebuah kota berjarak sekitar 140km dari Bangkok. Kota yang dekat dengan pantai di Thailand. Dapat ditempuh selama 2 jam dengan bus. *teorinya sih gitu*
Kalau Bangkok berslogan “The City of Life”, maka Pattaya “The City of Angels”. Berdasarkan analisis cetekku sih, mudah saja. Ada yang tahu jenis kelamin angel? Nah, terjawab sudah kenapa slogan Pattaya begitu. *Analisis asal jeplak*
Bersama "angels" Pattaya
Pukul 11.00 kami menuju Eastern Bus terminal di dekat Stasiun Ekkamai. Sebelum naik bus, aku kebelet pengen ke toilet, aku bertanya ke sopirnya dimana toilet terdekat.
“There,” katanya nunjuk tembok pagar. Enak saja, memang aku cowok apaan.
            “Ah lega,” kataku.
“Diamana toiletnya?” Tanya temanku.
“Noh, di tembok pagar,” jawabku.

Senin, 12 Desember 2011

Menggila di Bangkok ( Part # 2 )

Wat Phra Kaew. Indah di poto, panas di TKP. 

Hari ini kami akan wisata budaya. Melihat ikon Thailand yang sering dipakai di kepala penari atau kostum tradisionalnya. Yak, candi berbentuk lancip berwarna kuning emas ngejreng! Wat Phra Kaew (Temple of the Emerald Buddha) dan juga The Grand Palace. Lokasi keduanya berdekatan.
Perjalanan dari Sala Daeng menggunakan Sky Train, turun di stasiun Saphan Taksin ( hanya tiga stasiun dari stasiun Sala Daeng) dengan tiket THB 25 (Rp.7.500). Keluar dari stasiun segera menuju darmaga kecil di bawah jembatan. Di situ ada dua jenis kapal, Tourist Boat dan Loko Boat. Sebaiknya pilih Loko Boat (biasanya dipakai penduduk lokal) karena Loko lebih murah dan berhenti di tiap darmaga. Loko seharga THB 15 (Rp4.500) dan bayar di atas kapal. Sedangkan Tourist boat seharga THB 100 (Rp30.000) dan harus membeli tiket di konter darmaga tadi. Padahal secara fisik hampir tak ada perbedaan antara Loko dengan Tourist boat. Kalau bingung Tanya saja ke bagian informasi di darmaga.
Sungai Khao Phraya ( Chao Phraya- tulisan di Thailand beda-beda. Ada stasiun yang di keretanya bertuliskan “Ponnawithi” eh di stasiunnya “Punnawithi”. Dan lagi, kayaknya tak ada huruf “J” di tulisan Thailand, “Ratchadamri” dibaca /Rajadamri/, “Ratchapruek” dibaca /Rajapruk/. *EYD-nya parah bener dah!*).
Nah kembali ke Khao Phraya tadi. Sebenarnya tidak terlalu lebar sih. Hampir sama dengan sungai Musi di Palembang dengan karakter air yang sedikit berbeda. Sungai ini di kiri-kanannya menempel bangunan menjulang. Tak heran di tembok bawah gedung-gedung agak kotor sisa banjir kemarin. Banyak kapal-kapal berlalu-lalang di sungai karena transportasi air cukup lancar. Nah untuk ke Grand palace turun di darmaga 9, Darmaga Tha Chang.
Bangunan di tepi sungai Khao Phraya.

Jumat, 09 Desember 2011

Menggila di Bangkok ( Part # 1 )


Stage dalam Madame Tassauds. #Kalaupun gerombolan ini suatu saat membentuk band, kuyakin Lypsinc adalah ciri khasnya. haha
Senin pagi aku nongkrong di jalan Silom. Hawa tempat wisata semalam hilang, berubah menjadi kota yang agak sibuk. Anak-anak dengan seragam sekolah, orang berseragam kantor, dan bhiksu keliling memberi doa kepada yang mau. Tapi tetap saja sih, walau matahari sudah nongol, gerombolan waria masih menampakkan diri. Membaur dengan manusia lainnya, dengan kostum tidak terlalu menor. Ada yang jadi penjaga toko dengan memakai rok dan baju panjang seolah ingin menutup “aurat”, ada yang menjadi waitress di restoran. *eh, waitress bukan sih namanya kalau begituan?*
Agak susah juga sih membedakan mahluk “begituan” dengan mahluk “tidak begituan”. Kadang dengan bodohnya aku dan temanku tebak-tebakan mahluk yang di depan kami “begituan” atau bukan.
“Eh, dia “begituan” bukan?” bisikku ketika seorang yang suspect “begituan” lewat.
“Hey, ngapain juga bisik-bisik, mereka juga kaga ngarti kita ngomongin apa,” kata temanku menyadarkan kekhilafanku. Kami kemudian terdiam, memfokuskan mengamati objek berbadan langsing, berambut panjang, berkulit mulus, dan memakai celana jeans legging. Ketika si objek berbicara, langsung kami tertawa. Oalah, Nge-bass!
Di pinggir jalan ada mbak-mbak memberikan koran gratis berbahasa Thai. Koran gratis itu diberikan dari hari senin sampai jumat. Aku kambali berjalan, mengamati para sepeda motor Thailand yang tak memiliki plat depan. Hanya plat belakang saja. Satu yang khas dari pemandangan pagi ini; tak ada kulihat hidung bule berbadan gede yang tadi malam begitu mendominasi kawasan ini. *Akhirnya aku merasa menjadi manusia lagi, setelah kemarin sempat merasa menjadi dwarf*

Kamis, 08 Desember 2011

Tersesat di Bangkok


Besok hari minggu, tiga temanku belum datang. Daripada mati gaya di negeri orang, Kuputuskan mengunjungi Chatuchak Weekend Market atau J.J Market. Pasar kaget terkenal di Bangkok dengan promo, “One of Asia’s largest covered-air markets with an incredible 15.000 stalls bla bla...”. Berarti harus bangun pagi, dan kesana kemari mencari alamat. Jreng Jreng..
Waktu kubuka mata, masih sangat gelap. Kulanjutkan tidur lagi. Mataku sampai terasa sepet, tapi masih gelap. Kulihat jam. Apaa??! Pukul 10.30 siang! Kubuka gorden jendela, ternyata dibalik gorden itu tembok. Halah, jendela kamuflase biar kamar tampak luas.
Kamar berhordeng palsu seharga  THB 300 (Rp90.000)/bed
Musnah sudah harapan ke pasar pagi Chatuchak, agenda kuubah keliling Bangkok dengan muter-muter naik Sky Train. Tapi yang paling utama sarapan dulu. Agak bingung mencari makanan halal di Bangkok. Di dekat stasiun Sala Daeng ada Beirut Restaurant, Tapi jam 11an belum buka. Padahal ada logo “Halal” gede di plangnya. Akhirnya kuputuskan makan di KFC. Kupesan ayam goreng tender classic.
“Do you have rice?” Tanyaku ke mbak-mbak pelayan.
“Keteprak ketepruk keteprak ketepruk,” Kata si mbak kepada temannya dengan bahasa Thai.
“Rice,” Kataku lagi.
Eh si mbak malah tambah bingung. Akhirnya dipanggilnya mas-mas pelayan yang keliatan lebih jago berbahasa Inggris.
“Rice,” Kataku lagi.
Si mas malah nunjuk kentang goreng.
“Rice!” Kataku jengkel.
Si mas malah nunjuk ayam fillet crispy.
“Oh no, Thanks,” Jawabku dengan lemas.
Kuambil piring di hadapanku. Makan di KFC Bangkok gratis air mineral beserta batu es. ini adalah kerjasama dengan Department of Internal Trade ministry of Commerce.  Jadi pesan makanan apapun pasti dikasih gelas dan batu es, air mineralnya nuang sendiri. Gak heran sih, ada yang bawa Pepsi gede dari luar terus dengan pedenya dibuka di depan hidung pelayannya. *Kalau di Indonesia mah udah digetok kepalanya* 
Sarapan dada. Yang kuning itu adalah saos cabe, yang merah saos tomat. Air putih Gratis. Makanan ini senilai THB 108 (Rp.32.400)
Kulahap tiga potong ayam dengan agak mual. Bukan apa-apa, sambal di Thailad warnanya kayak jus mangga! Rasanya gak jauh dengan masakan Thai lainnya, manis manis pedas. Apalagi saos tomatnya. Manis! Selesai makan aku segera beranjak dari kursi. Karena pengunjung agak padat, segera seorang pengunjung yang baru masuk mengambil alih mejaku. Eit tunggu dulu, aku mengamati piring yang dibawa si pelanggan. Astaga,

Selasa, 06 Desember 2011

Meraba-raba di Bangkok


Salah satu ikon patung di Thailand (Yang atas, bawa pentungan)
Bangkok pukul 21.20 WIB. Tidak ada kenalan, tidak ada jemputan, tak ada tourguide. Hanya peta penginapan di tangan. Hufh, malam-malam di kota antah berantah dengan orang asing, bahasa berbeda, dan aksara lain. Sendirian!
Pesawat yang kutumpangi terbang dari terminal 3 Soetta pukul 16.52 WIB, terjadwal pukul 16.45 WIB. Padahal hanya telat 7 menit, tetapi awak kabin meminta maaf sampai dua kali (satu pakai bahasa Indonesia, satu pakai bahasa Inggris) *ya iya lah*. Tapi setidaknya bandingkan deh dengan maskapai domestik, telat 1 jam saja belum tentu kata maaf terlontar dari bibir kru pesawat.
Tiga jam penerbangan, sampai di bandara Suvarnabhumi. Bandara yang sangat besar dan modern  (jangan bandingkan dengan Soetta kalau gak pengen minder), berbentuk seperti silinder. Ketika masuk bandara aku mulai tenang. Semua papan petunjuk memakai dua aksara, Latin dan Thai, itupun jarak antar papan petunjuk sangat dekat, gak heran begitu ramai papan bergelantungan.
Kucari stasiun City Line, moda angkutan dari bandara menuju kota Bangkok. Cukup lihat papan petunjuk, serta tanda panah. Stasiun itu di Lantai B1. Turun sekitar 4 eskalator dari terminal kedatangan di Lantai 2. Sampai di stasiun, mesin untuk membeli tiket hanya menerima uang koin. Namun kalau tidak membawa uang koin jangan khawatir, ada penukaran uang koin di dekat mesin itu, sekalian menjual tiket manual juga sih. Berbeda dengan MRT singapore yang memang menerima uang kertas juga, tapi maksimal 10 dollar singapore, itupun tak ada penukaran uang di dekat stasiun, jadi siap2 kebingungan kalau tidak membawa pecahan uang $10 kebawah. Apalagi tulisan “Maximum $10”-nya kecil di mesin tiketnya.
Mesin untuk membeli tiket Sky Train. Simpel dan cepat.
 “Phaya Thai, please.” Kataku.
“How many persons?” Tanya si penjaga dengan aksen Thai yang kental.
“One.” kataku sambil menyodorkan uang 1.000 baht ( 1 baht = Rp.300). Harga tiket Suvarnabhumi- Phaya Thai 45 Baht (Rp.13.500)
“Where are you from?”Tanya si penjaga loket sambil menghitung uang kembalian.
“Indonesia.” Jawabku enteng.
“Ohh..Sea Games!!” Teriak si penjaga sampai orang-orang menoleh ke arahku. Sumpah ini pertama kali aku speechless di Thailand, mengingat tim bulu tangkis mereka tadi siang dikalahkan oleh tim Indonesia.

Selasa, 04 Oktober 2011

Cari Mencari Penginapan


Penginapan pasti dibutuhkan ketika bepergian jauh dan menginap. Ada banyak pilihan untuk menginap, misalnya hotel, losmen, hostel, Guest house, apartemen temen, kost teman, atau rumah saudara. Tentu faktor biaya menjadi pertimbangan penting.
Guest house bisa jadi alternatif, tapi harus punya kenalan dengan pegawai perusahaan atau instansi yang memiliki guest house. Ketika saya ke Bali akhir tahun 2009, ada teman yang kantor ayahnya memiliki guest house, di dekat Bandara Ngurah Rai. Tempatnya sih untuk 2 orang sekamar, tapi kami isi ber 5, karena tinggal 1 kamar yang tersisa. Alhasil selimut ditarik dan diletakkan di lantai buat alas. Hemat. Tapi, kirain karena guest house akan gratis, ternyata dipalak juga sama penunggu guest house.
Atau yang lebih ekstrim, ketika liburan ke Jogja. Ada teman SMP yang di sana, tinggal di pesantren di Condong Catur. Dia menawarkan nginep di pesantren itu karena dia sudah jadi semacam tetua atau apalah gitu. Aku dengan teman backpacker nginep di asrama pesantren. Situasinya seperti asrama kebanyakan sih, kamar mandi untuk bersama. Saya yang SMA tinggal di asrama merasa biasa saja. Termasuk pas mau mandi, pakai handuk dan alat mandi ditenteng di tangan, gak pake baju. Begitu sampai di kamar mandi, banyak yang sudah antri. Maklum 4 kamar mandi untuk beberapa orang. Dan baru kusadari, Cuma saya yang gak pake baju, lainnya berbaju lengkap dan menenteng handuk serta alat mandi. Noooo! Sorot mata mereka

Kamis, 11 Agustus 2011

Ayo Traveling !!


Jalan-jalan? Mauuu!! Kemana? Kapan? Siapa saja? Giliran ditanya begini mulai pada ribut. Ada yang pengen ke gunung, pantai, sawah, sampai ke semburan lumpur. Pas lihat kalender mulai panik lagi. Jadwal gak match lah, ada tugas, cuti habis, rapat, dan kerjaan numpuk. Padahal orang traveling itu mau bersenang-senang dan keluar sejenak dari rutinitas yang melelahkan.
Birunya laut, langit, dan alam kita. Keindahan yang perlu dikunjungi dan dijaga.
Yup, traveling itu untuk bersenang-senang. Gak usah ngotot sampe perang urat leher hanya karena gak setuju dengan calon tempat yang bakal dikunjungi, dengan penginapan yang mau di-booking, atau emosi sendiri karena ada teman yang lelet. Senyum, dan berangkatlah Traveling!
Traveling gak melulu harus ke tempat wisata terkenal atau perlu jadwal yang rumit kok. Bisa pas menghadiri kondangan sodara di luar kota, dinas kantor, atau mengunjungi teman di daerah lain, selipkan acara jalan-jalan dah. Nikmati tiap runtutan kejadian dari berangkat sampe balik lagi. Bisa jadi kejadian menyebalkan, akan jadi hal yang membuat tertawa ketika mengingatnya -asal jangan pas sendirian aja sih ketawanya, ntar dikira kesambet abis traveling. Amit-amit dah. Haha-
Untuk traveling ke tempat jauh, persiapkan akomodasi dan tiket. Kita kan mau senang-senang, bukan membesuk orang sakit, jadi jangan grasak-grusuk gak jelas. Carilah tiket jauh-jauh hari, selain biar kebagian tiket, harga tiketnya cenderung murah, syukur-syukur dapat promo edan. Wuih!! Pernah teman dapat itu,