Ceritera Traveling

Rabu, 13 Februari 2013

Jelajah Hongkong Si Kota Beton

Hongkong City

Traveling kali ini ke salah satu kota terkaya di Asia, kota dengan biaya hidup termahal nomor 14 di dunia versi survei Economist Intelligence Unit tahun 2013, kota dengan lebih dari 1.223 biji pencakar langit menjulang, kota dengan gerai Louis Vuitton lebih banyak dari Paris. Yak, kami jalan- jalan di Hongkong si Kota Beton.
Kota Hongkong dari Ketinggian
                Rute yang kami ambil melalui kota Judi Makau. Dari Macau Ferry Terminal naik kapal First Ferry Macau menuju China Ferry Terminal di Hongkong dengan jarak tempuh sekitar 60 menit. Harga tiket di bandrol HKD 154 (Rp.192.000). Jangan heran, walaupun namanya pelabuhan, namun waiting room-nya lebih kece dari waiting room Bandara Soekarno-Hatta di terminal apapun. Proses Check in juga teratur dan rapi.  Tak ada desak-desakan. Tak ada calo. Tak ada porter rese. Tak ada Solaria yang layanannya lama itu. #eh

               Dari Pelabuhan Macau masih pagi. Mungkin karena Pelabuhan yang nyaman, beberapa puluh bule dengan postur tubuh tipe “dielu-elukan” di Indonesia tidur glosoran dan terkapar-kapar di lantai. Busyet bener dah. Macam Gelandangan aja. Kasian bener. *Kemudian ingat parkiran di Macau itu*. Ah, sudahlah..
Suasana Kota Hongkong yang tak terlalu macet
             Kapal ferry yang mengangkut kami lumayan nyaman dan sepi. Nomor seat yang jelas dan teratur semakin mempermudah penumpang. Sampai di China Ferry Terminal  Hongkong dengan mulut ternganga. Nguap. Selain itu juga agak kagum dengan pelabuhannya. Ternyata berada di sebuah pusat perbelanjaan sekelas Pondok Indah Mal. Setelah keluar dari imigrasi ( Oh iya, Imigrasi di Macau maupun Hongkong sangat cepat melayani, cukup membandingkan poto paspor dengan penampakkan aseli, stempel, go!) segera mencari stasiun MTR terdekat. Kami Beli kartu Octopus dulu, kartu serba guna yang tinggal tempel saja di stasiun MTR (Mass Transit Railway) atau bisa juga untuk naik bis. Saldo awal kami isi HKD 150 (Rp.180.000) dengan estimasi jalan-jalan 3 hari di Hongkong. Kalopun sisa bisa diuangkan kok.
                MTR ini adalah kereta cepat untuk angkutan massal  nyaman yang berdiri sejak 1979. Kalau di Bangkok ada Skytrain atau Cityline, di Singapura ada MRT (Mass Rapid Transit), di Kuala Lumpur ada LRT (Light Rail Transit), dan di Indonesia ada...*ah sudah lah*. Mereka kurang lebih memiliki fungsi dan fasilitas yang sama, kecuali di negara terakhir.  MTR Hongkong tarifnya agak setara dengan MRT Singapura, yang berarti mahal. Jangkauan MTR ini hampir ke semua wilayah di Hongkong.
Traveling is started
                 Bila naik MTR di hari Minggu, jangan heran jika Bahasa Indonesia membahana. Maklum, BMI (Buruh Migran Indonesia) diberi libur pada hari minggu. Mayoritas BMI ini adalah TKW. Dengan gaya busana yang tak terlalu ketinggalan lah. Suka berkumpul-kumpul, namun tetap tak lupa ciri khas Negara-nya; heboh dalam segala suasana.
                Untuk Penginapan, kali ini memilih di YesInn Hostel dekat Causeway Bay Stasiun. Biaya per malam untuk shared-room 10 beds HKD 200 (Rp.250.000)/person. Lumayan mahal karena harga property di Hongkong memang dahsyat. Hostel itupun letaknya nyempil, harus naik tangga kecil atau lift untuk ke sana. Karakter hostel di Hongkong memang begitu. Namun cukup friendly bagi pendatang. Dan resepsionis hostel di sini bahasa Inggrisnya bagus.

Jumat, 08 Februari 2013

Menyusuri Kemilau Kota Macau

Grand Lisboa, Macau
Traveling kali ini akan mengunjungi kota Semenanjung di tepi barat muara Sungai Mutiara, Macau. Kota kecil yang pernah memiliki ikatan dengan Portugal dengan sejarah panjang dan unik. Kota yang luasnya hanya sekitar 27 km2 dengan jumlah Penduduk kurang lebih 560.000 jiwa di tahun 2012. Sangat seuprit untuk ukuran kota dengan bangunan-bangunan menjulang.
Bertolak dari Kuala Lumpur, sedianya pesawat berangkat pukul 17.15 dan sampai di sana pukul 21.00 waktu setempat. Namun apa daya, pesawat ganti jadwal, berangkat jadi pukul 19.00. Padahal penginapan belum dapat, niatnya mau on the spot saja.
Tiba di bandara Macau sekitar pukul 22.30. Landasan bandara Macau kiri-kanannya laut dan tampak kilau kemilau dengan cahaya lampu dari gedung-gedung yang menjulang. Keluar dari imigrasi, ternyata angkutan umum sudah gak beroperasi. Dan taxi adalah satu-satunya pilihan. Ah, hampir tengah malam di negeri orang memang selalu menorehkan cerita tersendiri. 
Taxi dari bandara Macau ke kota Metro Macau dekat hotel Grand Lisboa  sekitar HKD 70 (sekitar Rp.87.000). Mata uang yang berlaku di Macau ini bisa memakai Dolar Hongkong atau Mata uang Macau, MOP (Macao Pataca) dengan nilai yang setara, sekitar Rp.1.250 per Dolar/MOP-nya (Nopember 2012). 
Sebenarnya sudah ada list hostel yang bakal kami datangi. Salah satunya New Nampan Hotel di Main Road, Macau, Cina pas kami liat di webnya. Namun untuk ukuran long week end dan pukul 23.00 tengah malam, adalah hal yang tak mudah dapat kamar kosong. Ditambah lagi, jalan di sana sebagian besar hanya memakai dua aksara : aksara China dan aksara Portugis. Bah, kerasa banget feel Macaunya, fusi yang sempurna, ditambah dengan angin dingin menjelang bulan musim salju menusuk kalbu. Sungguh menimbulkan sensasi gelenyar tersendiri bagi warga dari negara tropis berkulit eksotis. Unforgetable. Bbbrrrrr......
Papan nama dan petunjuk di Macau, hanya aksara China dan Portugis

Kamis, 12 Januari 2012

Mengintip Pesona Jawa Timur ( Edisi Malang, Batu, dan Surabaya )

          Jawa Timur itu identik dengan panas serta bahasa yang cenderung kasar untuk klan Jawa. Eits, tunggu dulu. Jangan percaya sebelum membuktikannya dengan kulit dan telinga sendiri!
Tugu Pelangi di Surabaya
Traveling kali ini, Aku terbang ke bandara Juanda di Surabaya padahal tujuan utamaku adalah Malang dan Batu. Di Malang sebenarnya ada bandara namun kecil. Hal ini membuat harga tiketnya tidak kompetitif karena sedikitnya penerbangan. Aku dapat promo Jakarta-Surabaya Rp267.000.
Dari bandara Juanda ke kota Malang aku naik travel plat hitam yang dibandrol Rp80.000 dengan jarak tempuh sekitar 2 jam. Aku sampai di Malang ketika adzan magrib berkumandang. Brrr…! Dengan cuaca mendung dan angin sore, wajah lecekku seperti dielus oleh tangan lembut seorang ibu. Syahdu. Halah…
Kota Malang, kota yang tak terlalu besar tapi cukup ramai dan padat. Yang kusukai dari kota ini adalah banyaknya tempat nongkrong, dan seperti kota pelajar lainnya, anak mudanya cederung dinamis. Untuk tempat nongkrong dan tempat makan, banyak sekali pilihan. Dari lesehan pinggir jalan sampai tempat makan berkelas. Makan malam ini aku pilih bebek goreng pinggir jalan Bendungan Siguragura. Dengan porsi bebek gede dan sambal khas Jawa Timuran pedas yang dicampur biji wijen ditambah terong goreng, sungguh menjadi suguhan pembuka yang elegan di lidah. *elegan?*
Ketika malam dingin merayap di Malang, kamipun merayap pula ke Tugu kota Malang. Sebuah Tugu di tengah bundaran kolam teratai tepat di depan kantor walikota Malang. Dalam suasana redup, ngopi sambil nongkrong di tepi kolam, memandang Tugu yang menyala, dan gerombolan ababil bergitar di tepi kolam, jadi inget masa muda. Hehe…
Sekitar jam 9 malam, lampu di Tugu padam. Menjelang malam sepertinya ada geliat baru yang tidak baik untuk anak di bawah umur. *Selain juga takut penyakit masuk anginku kambuh sih, hehe*. Segera kami cari tempat kongkow enak di halaman Hotel Sahid Montana, di café D’cinnamons. Nongkrong dan ngobrol santai dengan para sahabat diiringi  alunan musik syahdu, tempat nyaman dengan interior asyik, roti keju, European cake, dan coffee latte. Mantap. Latte dalam bahasa Italia artinya susu, * halah, jadi aku Cuma minum kopi susu doang sih aselinya,*. Kongkow-kongkow sampai tengah malam kemudian aku ke rumah temannya teman untuk menginap. *Free Rider abis!*
Tujuan Utama Traveling kali ini
Pagi-pagi sekali aku tidak bangun. Bahkan sebelum ayam berkokok aku juga belum bangun. *ini apa-apaan yak*. Hari ini aku akan keliling kota Malang. Hal yang aneh dariku adalah, sangat suka mengunjungi kampus-kampus terkenal di suatu kota. Maka aku putuskan mengunjungi Universitas Negeri Malang dan Universitas Brawijaya. Kalau lihat kampus itu bawaannya adem dan ngerasa masih muda aja sih. Hoho…

Jumat, 06 Januari 2012

Menguak Eksotisme Belitung ( Part # 2 )


Belitung masih menyimpan banyak sisi yang perlu dikuak. Ketika di Jantung Kota Tanjung Pandan, aku mengunjungi pantai Tanjung pendam. Pantai yang hanya berjarak kurang dari 2 km dari Tugu Batu Satam. Untuk ukuran pantai di kota, Tanjung Pendam lebih bagus jika dibandingkan dengan Pantai Ancol deh. Haha…*Ini perbandingan atau apa*
Dari pantai Tanjung Pendam, dapat dilihat sunset dengan sempurna jika tidak mendung. Di tepi pantai ini juga banyak wahana olahraga seperti jogging track, lapangan yang biasanya dipakai latihan break dance, dan jalur sepeda, serta lapangan futsal yang seperti tidak terurus. Pas aku keliling pantai, kulihat gerombolan cewek berparas menor, ngerokok, berambut pirang, ber-hotpant ria, dan ketawa-ketiwi di sekitar pantai. *Profesi mereka apa coba? Yang jelas bukan pemadam kebakaran atau penjual pecel keliling, hihi*
Tanjung Pendam, Pantai sunset tengah kota.
Pantai Tanjung Pendam kala senja dengan angin pantai sejuk, burung camar, garis pantai surut, dan anak-anak kepiting imut yang migrasi mendekati air sungguh elok. Walau kadang di tepi pantai ada sampah, tapi tak sedikitpun mengurangi kesegaran es kelapa muda di pondok-pondok tepi pantai. *Lah?*. Pantai ini sangat cocok dikunjungi ketika baru sampai di Belitung sebelum melihat pantai-pantai lainnya. *Alamat kebanting kalau sudah lihat pantai-pantai di Belitung*
Di Belitung tak melulu pantai sebagai spot yang layak dikunjungi. Ada Gunung Tajam yang berjarak sekitar 45 menit dari kota. Nama kerennya sih gunung, tapi aselinya Cuma sebuah bukit agak tinggi di tengah hutan. Untuk mencapai kesana harus masuk hutan dengan jalan aspal berkelok dan pepohonan rimbun dikiri kanannya, sesekali dihiasi monyet atau tarsius. Sungguh alami…
Wisata gunung di negeri pantai

Selasa, 27 Desember 2011

Menguak Eksotisme Belitung


“Wow, banyak sekali telaga indah seperti kolam renang kecil dengan air biru di bawah,” gumamku dari atas pesawat yang beberapa saat lagi landing di Bandara Hananjoedin Belitung. Kemudian aku tahu, itu adalah bekas kerukan tambang timah yang belum atau tidak direklamasi. *Fiuh,,,Nyesel udah melongo kagum*
Belitung, sesuatu menunjukku ke sana. Tak kusangka di pulau mungil ini ada bandara dengan 5 penerbangan sehari ke Jakarta dengan waktu tempuh 50 menit. Dari bandara menuju pusat kota sekitar 20 menit. Jangan kaget,Taxi di bandara adalah mobil pribadi semacam avanza atau kijang dengan plat hitam. Untuk sampai ke kota Tanjung Pandan merogoh kocek Rp25.000-Rp30.000. *Kemampuan menawar sangat penting!*
Tugu di jantung kota Tanjung Pandan
Di pusat kota ada bundaran dengan Tugu di tengahnya. Di puncak Tugu ada batu hitam gede bertengger. Batu hitam itu adalah batu Satam, ikon batu di Belitung yang dijadikan perhiasan.
Mercusuar Pulau Lengkuas, Ikon lain Belitung yang menakjubkan
Belitung adalah syurganya pantai di Indonesia Bagian barat! Jadi jangan harap melihat mal di sana. *sarkasme banget gak sih kalimat ini*. Pertama, tujuan kami adalah ke Pulau Lengkuas. Pulau kecil yang terpisah dengan pulau Belitung. Butuh sekitar 40 menit menuju ke Tanjung Kelayang dari Tanjung Pandan sebelum menyeberang ke Pulau Lengkuas. Karena di Lengkuas tak ada penjual makanan, maka kami mencari makanan di pinggir jalan.
Salah satu pantai tujuan traveling kali ini.

Sabtu pagi, sangat sulit menemukan warung makan yang sudah buka. Akhirnya ketemu di Desa Tanjung Binga, warung makan kecil yang bahkan penjualnya masih motongin sayuran ketika kami datang. Terpaksa kami menunggu ibu itu menyelesaikan masakannya. Obrolan yang ramah dengan bahasa melayu meluncur dari bibir-bibir kami.
“Nanti kalau ada teman-teman yang kerja bangunan mau makan, suruh makan di sini saja ya Dek.”
*Jleb* bagai keserempet motor matic kreditan rasanya. Si ibu menganggapku kuli bangunan! Aku pergi dan tak menoleh lagi walau si ibu melambai-lambaikan tangannya. *gak segitunya juga sih. Hihi*

Kamis, 15 Desember 2011

Bangkok Antiklimaks ( Ending )

Tampak depan Dusit Zoo,

Hari ini terakhir aku di Bangkok. Nanti malam pesawat akan membawaku kembali ke tanah air. Sudah kangen sama Emak. Halah! *Eh Serius ding, walau Cuma 5 hari di Bangkok, sejujurnya sudah 6 bulan aku gak mudik* #curcol.
Ada waktu 12 jam sebelum aku pulang. Sempat terbersit angan untuk mengunjungi Floating Market di Thaling Chang. Ternyata itu adalah pasar pagi yang tutup jam 10an. Punah sudah asa untuk kesana. *ini kenapa makin kesini, gaya tulisanku makin menjijikkan yak*. Wajar sih, namanya juga kangen Emak. #Masih aja!
Ada paket wisata yang menawari, rute Floating market dan Flower Market Pak Klong Talad dibandrol THB 500 (Rp150.000) untuk setengah hari. Travel ini meliputi jemputan ke penginapan, perjalanan sungai, makan siang, dan ke penginapan kembali. Yang paket full day THB 800 (Rp240.000) dengan tambahan ke Bang Lamphu Market.
Kota Bangkok tampak dari Stasiun Sky Train. kombinasi Metropolis dan kota budaya
Setelah memutar otak kami yang tak seberapa, kami putuskan mengunjungi teman-teman di Dusit Zoo. Lokasinya tidak dilalui Sky Train, jadi kami naik sky Train sampai stasiun Siam lanjut naik Taxi. Sky Train THB 25 (Rp7.500) dan taxi THB 80 (Rp24.000). Total berempat THB 180 (Rp44.000).
Dusit Zoo adalah kebun binatang yang di webnya tertulis sangat luas, 188.800 meter persegi. Bandingkan dengan Ragunan yang Cuma 140 hektare alias 1.400.000 meter persegi. Lebay memang promosi Dusit zoo. Kaga ada seujung kuku Ragunan udah sombong aja. HTM di Dusit Zoo THB 100 (Rp30.000) untuk foreigner, untuk penduduk lokal THB 60 (Rp18.000). Bandingkan dengan ragunan yang Cuma Rp4.000 doang tambah dana PMI gopek.

Selasa, 13 Desember 2011

Pattaya, The City of “Angels”


Hari rabu, saatnya menikmati “hot”-nya Pattaya. Sebuah kota berjarak sekitar 140km dari Bangkok. Kota yang dekat dengan pantai di Thailand. Dapat ditempuh selama 2 jam dengan bus. *teorinya sih gitu*
Kalau Bangkok berslogan “The City of Life”, maka Pattaya “The City of Angels”. Berdasarkan analisis cetekku sih, mudah saja. Ada yang tahu jenis kelamin angel? Nah, terjawab sudah kenapa slogan Pattaya begitu. *Analisis asal jeplak*
Bersama "angels" Pattaya
Pukul 11.00 kami menuju Eastern Bus terminal di dekat Stasiun Ekkamai. Sebelum naik bus, aku kebelet pengen ke toilet, aku bertanya ke sopirnya dimana toilet terdekat.
“There,” katanya nunjuk tembok pagar. Enak saja, memang aku cowok apaan.
            “Ah lega,” kataku.
“Diamana toiletnya?” Tanya temanku.
“Noh, di tembok pagar,” jawabku.