Ceritera Traveling

Kamis, 15 Desember 2011

Bangkok Antiklimaks ( Ending )

Tampak depan Dusit Zoo,

Hari ini terakhir aku di Bangkok. Nanti malam pesawat akan membawaku kembali ke tanah air. Sudah kangen sama Emak. Halah! *Eh Serius ding, walau Cuma 5 hari di Bangkok, sejujurnya sudah 6 bulan aku gak mudik* #curcol.
Ada waktu 12 jam sebelum aku pulang. Sempat terbersit angan untuk mengunjungi Floating Market di Thaling Chang. Ternyata itu adalah pasar pagi yang tutup jam 10an. Punah sudah asa untuk kesana. *ini kenapa makin kesini, gaya tulisanku makin menjijikkan yak*. Wajar sih, namanya juga kangen Emak. #Masih aja!
Ada paket wisata yang menawari, rute Floating market dan Flower Market Pak Klong Talad dibandrol THB 500 (Rp150.000) untuk setengah hari. Travel ini meliputi jemputan ke penginapan, perjalanan sungai, makan siang, dan ke penginapan kembali. Yang paket full day THB 800 (Rp240.000) dengan tambahan ke Bang Lamphu Market.
Kota Bangkok tampak dari Stasiun Sky Train. kombinasi Metropolis dan kota budaya
Setelah memutar otak kami yang tak seberapa, kami putuskan mengunjungi teman-teman di Dusit Zoo. Lokasinya tidak dilalui Sky Train, jadi kami naik sky Train sampai stasiun Siam lanjut naik Taxi. Sky Train THB 25 (Rp7.500) dan taxi THB 80 (Rp24.000). Total berempat THB 180 (Rp44.000).
Dusit Zoo adalah kebun binatang yang di webnya tertulis sangat luas, 188.800 meter persegi. Bandingkan dengan Ragunan yang Cuma 140 hektare alias 1.400.000 meter persegi. Lebay memang promosi Dusit zoo. Kaga ada seujung kuku Ragunan udah sombong aja. HTM di Dusit Zoo THB 100 (Rp30.000) untuk foreigner, untuk penduduk lokal THB 60 (Rp18.000). Bandingkan dengan ragunan yang Cuma Rp4.000 doang tambah dana PMI gopek.
Di pintu depan langsung disambut dengan kandang jerapah kurus. Ada gadis kecil bersama neneknya sedang pose-pose dengan jerapah. Gadis kecil yang kalau kutaksir duduk di kelas 5 SD itu memakai Hape Soner jadul untuk foto-foto. Sebenarnya gak ada masalah sih dengan hape jadulnya. Masalahnya pas dia didekati sama jerapah, dia menyuruh neneknya mengambil gambar. Pas jerapahnya nampak seksi, si nenek menekan tombol memfoto. Eh yang kedengaran malah kayak bunyi bom sebelum meledak gitu. Ternyata hapenya pakai timer. Si gadis kecil senyum sampe 15 detikan baru terdengar bunyi “cekrek” di hape. Sebelum bunyi “cekrek”, si jerapah sudah kabur! Begitu juga pas di kandang monyet, si gadis kecil foto pake timer lagi. Pengen sih ngebantu si gadis, tapi apa daya, pas kulirik monitornya, hape itu beraksara Thai! *gaptek beralibi aksara Thai*
Ada 2 jalan untuk mengelilingi kebun binatang ini. Dengan jalan bawah atau lewat jembatan yang melingkar di atas jalan sepanjang kebun binatang. Ada kuda nil yang jadi idola pengunjung. Hewan yang kentut lewat mulut ini memang menggemaskan dan menjijikkan. Kukira kulitnya lembek gitu, pas kuelus ternyata keras kayak kulit kerbau. Dari kulitnya juga mengeluarkan keringat mulu.
Si lucu yang menjijikkan.
Di Dusit zoo, biawak diumbar di dalam. Jadi jangan heran biawak seukuran betis orang dewasa yang tidak obesitas nyeberang jalan dan mendekati penjual makanan. Secara umum sih, Dusit zoo gak terlalu beda dengan kebun binatang di Indonesia.
Nah, di depan gerbang Dusit Zoo banyak berjejer kendaraan semacam bemo tapi lebih panjang dan tanpa pintu. Itu adalah tuk-tuk. Tuk-tuk adalah kendaraan khas Thailand yang sangat terkenal. Terkenal karena di penginapan, Grand Palace, toilet mal, dan pamflet pinggir jalan selalu tertulis : “Don’t Believe Tuk-tuk although they friendly like your family” atau sejenisnya.
Tuk-tuk, kendaraan khas Thailand yang perlu diwaspadai
Aku yang pernah nanya alamat ke tukang tuk-tuk, dibilang jaraknya bisa 30 menit jalan kaki, makanya pakai tuk-tuk saja. Ternyata jaraknya Cuma 2 menit jalan kaki! Atau ketika kubaca artikel tentang tuk-tuk, mereka biasanya menyesatkan bule dengan memutar-mutar rute perjalanan dan kadang menyuruh membeli perhiasan dengan rayuan manis padahal perhiasan itu palsu. *Untuk point terakhir aku tak perlu risau, kaga ada duit buat beli perhiasan sih* #bangga
Kami pulang ke penginapan naik Taxi yang langsung berhenti di mulut gang seharga THB 100 (Rp30.000). Padahal naiknya lewat rute yang menurut pemilik hostel paling murah Rp44.000. Jadi kalau berjalan lebih dari 3 orang, mending naik taxi deh. Jangan lupa ditawar juga sih.
Uang Baht koin. Yang paling kecil hanya seukuran kancing baju.
Ngemeng-ngemeng masalah duit juga ni. Jangan pernah, sekali lagi jangan pernah!, menukar Rupiah dengan Baht di Thailand. Bikin sakit hati dan murka. Betapa Rupiah kita dianggap tak punya harkat dan martabat. Bayangkan, di Indonesai rata-rata THB 1 = Rp300. Artinya dengan uang Rp1.000.000 kita bisa mendapat THB3.300an. Pas aku nukar Rp1.000.000 di Thailand hanya dapat THB1.920!*meneteskan air mata*
Tipsnya jika beli Baht di Indonesia sedikit, belilah dolar Amerika. Jadi ketika Baht habis, bisa menukar dolar itu dengan Baht. Aku kemarin sih malah untung lho. *walau Cuma untung Rp3.000, sedangkan rugi nuker rupiah sekitar Rp400.000* #setidaknya masih untung sedikit (menghibur diri). Nah kalo tips biar punya rupiah banyak, sampai saat ini aku juga belum nemu.
Pukul 9 malam aku sudah di Bandara Suvarnabhumi. Serasa jadi Asthon Kutcher dalam film “Valentine Day” ketika di pemeriksaan X-ray sepatu dan ikat pinggangku disuruh lepas. Pengamanan yang maksimal. Bandingkan dengan Soetta yang ketika metal detector bunyi paling Cuma digrepe-grepe dikit doang.
Maskapai yang kupercaya mengangkutku adalah Maskapai Milik tetangga sebelah serumpun. *asek, Aselinya karena dapat murah aja sih*. Saranku sih, jangan pernah check in via online. Di bandara ada mesin self-check in. Kalau check in via online sendiri maka bukti check in kita harus diprint. Kalau enggak diprint berarti kita harus bayar Rp30.000! mending self-check in di bandara kan, print bukti check in langsung ada. Bahkan mbak-mbak cantik siap membantu lho. Ehm…
Tepat tengah malam aku sampai di bandara Soetta. Tengah malam, penumpang bejibun, eh imigrasi cek Cuma membuka 3 pintu. Maka tak pelak lagi ngantri tengah malam sampai sepanjang 200 meter itupun mentok tembok. 2 jam berdiri hanya untuk meminta stempel. Sambutan yang Perfect.
Menanti setempel imigrasi, diambil dari tengah barisan. Perfect!

Seindah-indahnya dan semaju-majunya negeri orang, namun negeri terindah untuk tinggal adalah negeri di mana keluarga dan sahat-sahabat yang dicintai tinggal-Tutur Traveler”


Thanks to my best travel-mates: 
Elsy : You are the best and helpful.
Devi: You are brave and tough girl
Akip: We are crazy!
it's been 9 years we have been together. cool!

5 komentar:

  1. lanjutkan bang mantap kali.jangan patah semangat untuk jalan jalan dan foya foya hahahaaa

    BalasHapus
  2. jordi: maksud loh???!!!
    hahhaha..

    itu jalan2 ala backpacker nan hemat..
    hahaha

    BalasHapus
  3. yon...total infak, eh investasi, eh biaya yang dikeluarin berapee??

    BalasHapus
  4. iguana, kapan jalan-jalan lagi? ikuuutttt..

    BalasHapus
  5. seno:
    gak mahal kok. apalagi kalo dapat promo

    PP jkt_bangkok sekitar 1jt.
    makanya kejar promo.
    hehe

    iguana:
    yukkss..

    ke belitung?
    ajak windi dkk..

    hehe

    BalasHapus