![]() |
Salah satu ikon patung di Thailand (Yang atas, bawa pentungan) |
Pesawat yang
kutumpangi terbang dari terminal 3 Soetta pukul 16.52 WIB, terjadwal pukul
16.45 WIB. Padahal hanya telat 7 menit, tetapi awak kabin meminta maaf sampai
dua kali (satu pakai bahasa Indonesia, satu pakai bahasa Inggris) *ya iya lah*. Tapi setidaknya bandingkan
deh dengan maskapai domestik, telat 1 jam saja belum tentu kata maaf terlontar
dari bibir kru pesawat.
Tiga jam
penerbangan, sampai di bandara Suvarnabhumi. Bandara yang sangat besar dan
modern (jangan bandingkan dengan Soetta
kalau gak pengen minder), berbentuk seperti silinder. Ketika masuk bandara aku mulai
tenang. Semua papan petunjuk memakai dua aksara, Latin dan Thai, itupun jarak
antar papan petunjuk sangat dekat, gak
heran begitu ramai papan bergelantungan.
Kucari stasiun
City Line, moda angkutan dari bandara menuju kota Bangkok. Cukup lihat papan
petunjuk, serta tanda panah. Stasiun itu di Lantai B1. Turun sekitar 4
eskalator dari terminal kedatangan di Lantai 2. Sampai di stasiun, mesin untuk
membeli tiket hanya menerima uang koin. Namun kalau tidak membawa uang koin
jangan khawatir, ada penukaran uang koin di dekat mesin itu, sekalian menjual
tiket manual juga sih. Berbeda dengan MRT singapore yang memang menerima uang
kertas juga, tapi maksimal 10 dollar singapore, itupun tak ada penukaran uang
di dekat stasiun, jadi siap2 kebingungan kalau tidak membawa pecahan uang $10 kebawah.
Apalagi tulisan “Maximum $10”-nya
kecil di mesin tiketnya.
“Phaya Thai,
please.” Kataku.
![]() |
Mesin untuk membeli tiket Sky Train. Simpel dan cepat. |
“How many
persons?” Tanya si penjaga dengan aksen Thai yang kental.
“One.” kataku
sambil menyodorkan uang 1.000 baht ( 1 baht = Rp.300). Harga tiket
Suvarnabhumi- Phaya Thai 45 Baht (Rp.13.500)
“Where are you
from?”Tanya si penjaga loket sambil menghitung uang kembalian.
“Indonesia.” Jawabku
enteng.
“Ohh..Sea
Games!!” Teriak si penjaga sampai orang-orang menoleh ke arahku. Sumpah ini
pertama kali aku speechless di Thailand, mengingat tim bulu tangkis mereka tadi
siang dikalahkan oleh tim Indonesia.
Melihat aku bengong, si penjaga segera menyodorkan uang kembalian beserta tiket berbentuk bulat.
“Welcome in
Bangkok, Good Luck,” katanya seraya tersenyum.
Hufh, lega
banget. Tiket bulat sudah kupegang, kutempelkan di pintu bersensor, dan…jreng
jreng! terbuka deh. (aselinya cuma kayak pintu masuk ke halte busway doang
sih!).
![]() | |
Stasiun Sky Train. Lumayan adem dan tidak desak-desakan. 11-12 lah sama Gambir. :p |
Phaya Thai adalah
stasiun terakhir dari rute City Line dari bandara. Petunjuk di dalam kereta
juga sangat jelas: Pemberitahuan lewat suara, Monitot televisi, dan lampu-lampu
petunjuk rute. Turun dari stasiun City Line Phaya Thai, keluar dan berjalan
sekitar 2 menit menuju stasiun Sky Train Phaya Thai. Beli tiket di mesin dengan
uang koin (ada loket penukaran koin juga). Harga tiket Phaya Thai- Sala Daeng
25 baht (Rp.7.500). Ada interchange
(ganti kereta) di stasiun Siam.
“Excuse me, is
it platform to Sala Daeng?” Tanyaku pada mas-mas penjaga stasiun.
“Yes. Where are
you from?” Jawabnya ramah.
“Indonesia.”
“Oh, We have
the same,” Katanya sambil menunjuk lengannya yang berotot.
*Asyek*
“Our skin,”
Imbuhnya.
*Owh, skin
maksudnya tho mas. Kirain.*
Sampai di Sala
Daeng, keluar di Exit 1, begitu turun langsung disambut KFC di jalan Silom.
Hostel tujuanku di Jalan Silom 8.
Sepanjang jalan
banyak penjual di trotoar, namun cukup bersih dan rapi. Dari penjual baju,
souvenir, makanan, sampai dildo dan DVD Porno. Semua digelar kayak jualan
kacang goreng. Gamblang dan nyata. Lewat sebuah gang, Namanya Patpong. Busyet,
ramai gila. Nama-nama lapak di situ juga serem-serem , e.g: Super Pussy!(akan dibahas di artikel berikutnya).
![]() |
Jalan Patpong. Kawasan Merah Bangkok yang amat termasyur. :) |
Lewat di gang
setelah The Bangkok Christian Hospital, kutanya seseorang di pinggir gang.
“Excuse me,
where is Silom 8?”
“Oh..Tuk-Tuk,”
Panggil mas-mas itu ke temannya.
“No, I just
want to talk, eh I just want to walk,” jawabku belibet.
“Now You are on
Silom 6, just go straight, you will find
it. It takes 30 minutes.” katanya dengan suara pelan.
“It is okay.”
jawabku.
“Oh, where are
you from?”
“Indonesia.”
“Oh Sea games.
Thailand Lose with you,” katanya dengan nada sendu.
*ingin kutepuk pundak mas-mas itu dan bilang
“sabar ya mas”, tapi kulirik di dekatnya ada supir Tuk-Tuk*
“Oh, I think
Thailand has good athletes,” kataku agak menghibur.
“Oh no! Simon
(Simon Santoso-red) is good,” katanya lagi.
“Hmm…Porntip is
good too,” kataku nyari aman.
*Ini pembicaraan terlalu jauh gak sih, untuk
ukuran baru ketemu di jalan?*
Akhirnya aku
jalan meninggalkan mas-mas frustasi itu. Eh, paling 2 menit jalan sudah sampai.
Kenapa harus pakai Tuk-Tuk (akan diceritakan selanjutnya tentang angkutan khas
Thailand ini).
Sampailah aku
di hostel tujuan. Hostel yang cukup nyaman, 300 baht/night (Rp. 90.000) dengan
fasilitas AC, air hangat/dingin,dan free
coffee. Tapi ya itu, sekamar diisi 2 orang dan tidak saling mengenal.
Malam ini aku
sampai pukul 22.30 (Tak ada perbedaan waktu antara WIB dengan Bangkok) sepuluh
menit lebih lambat dari estimasi. Sekitar pukul 00.30 roommate-ku masuk.
Sesosok bule berbadan 2 kali dari tubuh mungilku. Namanya Phillip, dari
Australia. Setelah ngobrol seperlunya, aku lanjut tidur. Oh iya, roommate
hostel biasanya tidak dipisahkan antara cewek sama cowok. Malam berikutnya aku
malah tidur dengan cewek. ssstt…
Jadi kalau naik
City Line+Sky Train dari bandara ke penginapan menguras 70 baht (Rp.21.000),
kalau naik taxi cuma : charge THB 250-300 +Express way THB 70 +Taxi
registration fee THB 50 = THB 370 (Rp.110.000). Hayoo pilih mana??
sunting dlu note'a,,,,, tu negara gag ad di dunia "indoensia",, ntar di gebukin org skmpung loe,,, hihihihihihi
BalasHapusakhrnya ngepos jg y0n pake hape.
BalasHapusjadi gitu doang yon obrolan bulutangkisny?kecewalah. ~ahahaha~
eh.kalo disana ada dvd bajakan film indonesia g?kan di kita lg booming thai m0vie.suckseed hell yeah!